MAKASSAR, Terasnews.id – Sebulan menuju pergantian tahun baru 2023, produksi perikanan budidaya di Sulawesi Selatan (Sulsel) hanya mencapai 3,07 juta ton atau senilai Rp 16,82 triliun. Capaian realisasi pada triwulan III di 2022 masih jauh dari target produksi yang ditetapkan di angka 4,1 juta ton.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel Muhammad Ilyas membenarkan kondisi pencapaian tersebut. Karena itu, dirinya akan merealisasikan dengan mengakselerasi berbagai komoditas unggulan dari Sulsel seperti rumput laut dan udang. Mengingat, target produksi di tahun ini lebih tinggi dari produksi 2021 lalu yang hanya 4,06 juta ton.
Ilyas menambahkan, rumput laut di wilayah ini merupakan komoditas unggulan Sulsel beberapa tahun belakangan ini bahkan telah masuk sebagai salah satu proyek dalam peta peluang investasi (PPI) oleh Kementerian Investasi/BKPM.
Tidak main-main, produksi rumput laut di wilayah ini lebih tinggi jika dibanding semua komoditas perikanan lainnya. Di triwulan III 2022 ini saja, produksi telah mencapai 2,86 juta ton atau senilai Rp 10,47 triliun.
“Angka ini terus dikebut hingga bisa menyamai produksi sepanjang 2021 yang mencapai 3,78 juta ton,” katanya.
Untuk produksi udang sambung Ilyas, pada triwulan III di tahun yang sama telah capai 45.432 ton atau senilai Rp 2,57 miliar. Jenis udang yang menjadi unggulan di Sulsel antara lain Windu dan Vaname.
“Pemprov Sulsel beberapa kali memberikan bantuan kepada para petambak berupa benih terkhusus jenis Udang Windu. Terbaru menabur 30.000 benih udang windu di Kecamatan Lansirang di Kabupaten Pinrang. Ini sebagai program tabur 30 juta benih Udang Windu di area seluas 1.000 di Sulsel,” tambahnya.
Sebelum itu dilakukan, telah ada sebanyak 250.000 benih Udang Windu disalurkan kepada kelompok pembudidaya di Pulau Lakkang, Kota Makassar dengan harapan para pembudidaya bisa melakukan budidaya secara maksimal sehingga bisa mengembalikan kejayaan udang windu.
Adapun hasil komoditas perikanan budidaya di Sulsel telah konsisten diekspor ke beberapa negara seperti Jepang, Tiongkok, dan Amerika Serikat.
“Masih ada kendala yang kerap dihadapi petambak dalam budidaya dan meningkatkan kualitas maupun kuantitas komoditasnya agar siap ekpor. Dari problem benih unggul, penyakit pada udang, bahkan teknologi irigasi tambak dan pakan masih dari luar Sulsel. Makanya harga cukup mahal,” jelasnya.
Menyikapi itu, Ekonom Universitas Hasanuddin Prof Hamid Paddu mengatakan bahwa pemerintah saat ini harus bisa mendukung para petambak dari sisi teknologi yang lebih modern, setidaknya bisa menghindarkan dari serangan penyakit dan hama.
“Kita harap dengan teknologi yang ada oleh masyarakat, itu bisa berproduksi dengan baik dan terhindar dari berbagai macam penyakit hama. Sehingga lebih mendorong ekspor lagi,” ungkapnya.
Selain itu, pemerintah juga tak boleh hanya fokus pada benih saja, namun saat panen diharapkannya juga bisa lebih diperharikan. Mulai dari membuka jalan ekspor hingga memudahkan prosedur ekspor bagi para petambak.
“Kalau sudah berproduksi, pemerimtah bisa membukakan atau membantu pasarnya. Sehingga itu bisa berlanjut, berputar buat petaninya tentu akan mendorong ekonomi untuk dikembangkan sebagai produk unggulan,” paparnya.
Komentar